https://havidadhitama.blogspot.com/2016/02/acute-mountain-sickness-ams.html
Penyakit berikut umumnya disebabkan karena terlalu cepat mencapai ketinggian tanpa disertai dengan aklimatisasi ( penyesuaian tubuh terhadap ketinggian / lingkungan baru) yang tepat dan cukup.
Bermacam-macam sebab diantaranya suhu udara yang lebih dingin, kelembaban udara yang lebih rendah, tipisnya kadar oksigen, turunnya tekanan udara, kurangnya nutrisi dan faktor lainnya.
Gejala paling umum dialami pendaki adalah pusing, mual, lemas dan cepet lelah.
1. Dehidrasi
Kekurangan cairan tubuh. Bisa disebabkan karena kurangnya asupan cairan atau terlalu banyak pengeluaran cairan tubuh. Beratnya medan dan kurangnya konsumsi cairan akan sangat berpengaruh pada cairan tubuh. Ketersediaan air menjadi faktor terpenting dalam list logistik yang harus disiapkan dalam pendakian. Jangan sampai kehabisan air, apalagi di gunung yang tidak terdapat sumber air.
Penanganan dapat dilakukan dengan istirahat dan minum air sebanyak mungkin.
https://www.workplacesafetygroup.com/site/blog/2017/05/30/dehydration-
2. Hipothermia
Hipothermia adalah hilangnya kesadaran secara perlahan akibat penurunan suhu tubuh (< 35C). Gejalanya adalah korban mengalami kedinginan yang tidak biasa (menggigil). Mudah diketahui dengan melihat tingkat kesadaran korban, diawali dengan mengantuk dan lama-lama pingsan. Saat suhu tubuh dibawah 32 C, tubuh akan berhenti menggigil, korban mulai berhalusinasi dan korban biasanya akan merasa kepanasan sehingga umumnya korban melepas pakaian ( paradoxical undressing ). Terburuk, korban akan mengalami henti jantung dan nafas.
Karena fatalnya akibat yang ditimbulkan maka pertolongan pertama sangat perlu dilakukan sesegera mungkin.
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah bantu menghangatkan kaki dan jari tangan korban, pastikan pakaian yang dikenakan tidak basah. Bisa juga dengan memberikan passive warming dengan cara memberikan minuman hangat berkalori pada korban yang masih dalam keadaan sadar.
http://www.mediologiest.com/hypothermia/
3. Hipoglikemi
Kekurangan zat gula dalam darah. Kekurangan zat gula dalam darah dapat disebabkan karena suhu dingin yang memaksa tubuh untuk mengeluarkan lebih banyak kalor. Penderita diabetes akan lebih mudah terkena penyakit ini. Hipoglikemi memiliki gejala; keringat dingin, lemas, kesemutan disekitar bisir, kehilangan kontrol gerak, jantung berdegup kencang, dan bahkan kejang. Penanggulangan dapat dilakukan dengan memberikan 15 - 20 gr minuman manis dan makanan berkarbohidrat seperti jus buah, permen dan tablet glukosa.
https://www.123rf.com/photo_42065258_blood-glucose.html
4. Heat StrokeDisebabkan karena tubuh terpapar sinar matahari dalam waktu yang lama. Ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh > 40 C, jantung berdegup kencang, kejang pada bagian tubuh tertentu, kulit memerah dan panas. Bila tidak ditangani bisa berakibat syok dan kejang seluruh tubuh dan bahkan kematian. Cara penanganannya adalah longgarkan pakaiannya, kompres tengkuk korban, berikan air minum yang sukup dan jaga agar tetap sadar. Pantau secara berkala suhu tubuh korban sampai stabil 32 C.
http://www.sciencecare.com/heat-stroke-know-the-warning-signs/
5. Frostbite
Radang beku yang umumnya terjadi di gunung es / bersalju. Gejala frostbite bisa diketahui dengan merasakan ujung jari kaki tangan dan ujung telinga akan terasa sangat dingin. Frostbite pada tingkat pertama hanya menyerang bagian kulit dan lapisan epidermis dibawahnya dan bisa sembuh dengan sendirinya. Frostbite akut menyerang saraf otot dan tulang. Cara penanganan frostbite dengan meletakkan bagian yang terkena frostbite pada bagian tubuh yang lebih hangat untuk menghindari kerusakan jaringan. Bisa juga dengan merendam dengan air hangat.
https://outdoors.campmor.com/what-is-frostbite/
https://www.eyeonannapolis.net/2018/01/health-alert-10-below-frostbite-in-30-min/table-frostbite/
6. AMS ( Accute Mountain Sickness )
Istilah paling umum untuk gejala sakit kepala ( biasanya nyut-nyutan seirama denyut nadi ), mual, muntah dan cepat lelah. Jika mengalami gejala penyakit ini, langkah awal penangannya adalah dengan menggunakan oksigen murni. Dalam taraf AMS rendah, oksigen dapat mengembalikan kondisi pernafasan. Tetapi langkah terbaik yang bisa diambil adalah sesegera mungkin turun ke ketinggian yang lebih rendah minimal 300 - 600 m ke bawah.
https://id.pinterest.com/pin/435582595184600957/?lp=true
7. High Altitude Cerebral Edema
Penyakit lanjutan dari AMS. Biasanya terjadi pada pendakian gunung berketinggian 5000 mdpl. HACE juga ditandai dengan sakit kepala yang parah ( nyut-nyutan seirama denyut nadi ), mulai kehilangan koordinasi fisik ( ataksia ); sulit berjalan dan hilang konsentrasi, mengalami penurunan kesadaran, bingung dan susah mengingat atau berhitung sederhana. Fase lanjutannya, korban akan mengantuk dan kehilangan kesadaran. Fatalnya bisa berakibat kematian bila tidak ditangani dengan tepat. Gambaran umum penyakit ini adalah pembengkakan otak. Penanganan terbaik adalah sesegera mungkin turun gunung. Bisa juga diberikan oksigen dan suntikan dexamethazone dalam dosis tertentu.
https://www.health.harvard.edu/diseases-and-conditions/altitude-sickness
Penyakit RED CODE ini ditandai dengan sesak nafas dan batuk ditambah dengan semua gejala HACE. Dalam beberapa kasus, HACE menyerang secara bersamaan dengan HAPE. Secara umum penyakit ini adalah gangguan pernafasan akut karena adanya kumpulan cairan di paru-paru. Biasanya terjadi pada pendakian gunung yang berketinggian lebih dari 6000 mdpl dan penanganan harus dilakukan oleh medis. Secepatnya harus dievakuasi, berikan oksigen dan berikan injek Nifedipine dalam dosis tertentu.
http://circ.ahajournals.org/content/103/16/2078
http://www.melissaecory.com/?portfolio=high-altitude-pulmonary-edema
Satu dari sekian penyakit ketinggian, sebetulnya penyakit utama dan paling mudah menjangkiti sebagian besar dari kita adalah sombong. Mentang-mentang sudah di puncak..jadi songong. Biasanya, semakin tinggi gunung yang berhasil kita daki, semakin tinggi pula ego dan kesongongan kita. Apalagi didasari oleh motivasi yang kurang tepat dalam pendakian.
Penyakit ini tidak bisa dideteksi secara medis, makanya sembuhnya juga nggak perlu bantuan medis, cukup berprinsip belajar dari alam. Inget lagi saat berproses dalam pendakian, dengan pengalaman dari gunung yang baru aja kita daki tentunya sudah cukup nyadarin kita bahwa bukan siapa-siapalah kita dibanding sama Tuhan pencipta.
*dari berbagai sumber